Jumat, 22 November 2013

Wawasan Pengetahuan Ilmu Agama Islam


Sejarah Awal Mulanya Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (Al-Ahzab:21)

Menurut catatan sejarah, peringatan maulid Nabi Muhammad SAW pertama kali diperkenalkan seorang penguasa Dinasti Fatimiyah (909-117 M). Jauh sebelum al-Barzanji lahir dan menciptakan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Langkah ini secara tidak langsung dimaksudkan sebagai sebuah penegasan kepada khalayak, bahwa dinasti ini betul-betul keturunan Nabi Muhammad SAW. Setidaknya ada dimensi politis dalam kegiatan tersebut. Peringatan maulid kemudian menjadi sebuah upacara yang kerap dilakukan umat Islam di berbagai belahan dunia. Hal itu terjadi setelah Abu Sa'id al-Kokburi, Gubernur Irbil, Irak, mempopulerkannya pada masa pemerintahan Sultan Shalahuddin al-Ayyubi (1138-1193M). Waktu itu tujuannya untuk memperkokoh semangat keagamaan umat Islam umumnya, khususnya mental para tentara yang lengah bersiap menghadapi serangan tentara Salib dari Eropa, yang ingin merebut tanah suci Jerusalem dari tangan kaum Muslimin. 

Menurut sumber lain, orang pertama yang mencetuskan ide memperingati maulid Nabi SAW justru Malik Mudzaffar Abu Said, yang lebih dikenal sebagai Sultan Shalahuddin al-Ayyubi (orang Inggris menyebutnya Saladin). Pemuka Islam yang kharismatik ini pernah mengundang pujangga terkenal AI-Hafidz Ibnu Dahiah untuk menggubah naskah riwayat singkat perjuangan Nabi Muhammad SAW. Naskah itu kemudian diberi judul At-Janwir If Maulid al-Basyir an-Nashir dan Ibnu Dahiah diberi honorarium 1.000 dinar. Peringatan maulid perdana yang diadakan oleh Malik Mudzaffar ternyata menimbulkan surprise pada banyak kalangan. Betapa tidak, kala itu Malik mengundang para ulama, para sufi dan kalangan pemuka dan pembesar beserta masyarakat Islam lainnya untuk ikut menyemarakkan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW tersebut. Dalam peringatan besar-besaran itu di sembelih 5.000 ekor kambing, 10.000 ekor ayam dan dimasak 1.000.000 roti bermentega. Konon biaya keseluruhan peringatan itu mencapai 3.000.000 dinar, selain honorarium penulisan naskah di atas. (HA Fuad Said, Yayasan Masagung, 1985).

 Dalam peringatan itu seorang sufi terkenal. Syekh Hasan Bashri berkomentar: “Seandainya saya memiliki emas sebesar bukit Uhud niscaya akan saya sumbangkan seluruhnya untuk keperluan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW...." Banyak kalangan berpendapat bahwa ungkapan dan pujian tersebut tidak berlebihan kalau diukur dan dibandingkan dengan koberhasilan Nabi Muhammad SAW membawa manusia dari peradaban jahili menuju peradaban islami.

Al Quran memang tidak memerintahkan secara ekspiisit agar umat Islam memperingati maulid Nabi Muhammad setiap tanggal 12 Rabiul Awal dengan perayaan atau seremonial tertentu. Allah dan RasulNya juga tidak memerintahkan umat Islam setiap tahun memperingati hari Hijrah, hari Isra' Mi'raj, hari watat Nabi dan hari-hari bersejarah lainnya. Namun andaikata peringatan maulid Nabi itu diadakan dengan cara-cara yang islami dan dengan tujuan yang postif untuk syi'ar dan dakwah agama, tentunya perbuatan itu bukan termasuk bid'ah. Sebab yang dapat dikatakan bid'ah menurut kesepakatan Ulama hanyalah melakukan rekayasa dalam ibadah mahdhah, seperti shalat fardhu, sedangkan memperingati maulid Nabi Muhammad bukan termasuk ibadah mahdhah.

Wallahu A'lam Bishawab
sumber: rangkuman media kajian agama Islam




























Tidak ada komentar:

Posting Komentar