Sejarah Awal Mulanya Peringatan Maulid Nabi Muhammad
SAW
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ
أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ
كَثِيرًا“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (Al-Ahzab:21)
Menurut
catatan sejarah, peringatan maulid Nabi Muhammad SAW pertama kali diperkenalkan
seorang penguasa Dinasti Fatimiyah (909-117 M). Jauh sebelum al-Barzanji lahir
dan menciptakan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Langkah ini secara tidak
langsung dimaksudkan sebagai sebuah penegasan kepada khalayak, bahwa dinasti
ini betul-betul keturunan Nabi Muhammad SAW. Setidaknya ada dimensi politis
dalam kegiatan tersebut. Peringatan maulid kemudian menjadi sebuah upacara yang
kerap dilakukan umat Islam di berbagai belahan dunia. Hal itu terjadi setelah
Abu Sa'id al-Kokburi, Gubernur Irbil, Irak, mempopulerkannya pada masa
pemerintahan Sultan Shalahuddin al-Ayyubi (1138-1193M). Waktu itu tujuannya
untuk memperkokoh semangat keagamaan umat Islam umumnya, khususnya mental para
tentara yang lengah bersiap menghadapi serangan tentara Salib dari Eropa, yang
ingin merebut tanah suci Jerusalem dari tangan kaum Muslimin.
Menurut sumber lain, orang pertama yang mencetuskan ide
memperingati maulid Nabi SAW justru Malik Mudzaffar Abu Said, yang lebih
dikenal sebagai Sultan Shalahuddin al-Ayyubi (orang Inggris menyebutnya
Saladin). Pemuka Islam yang kharismatik ini pernah mengundang pujangga terkenal
AI-Hafidz Ibnu Dahiah untuk menggubah naskah riwayat singkat perjuangan Nabi
Muhammad SAW. Naskah itu kemudian diberi judul At-Janwir If Maulid al-Basyir
an-Nashir dan Ibnu Dahiah diberi honorarium 1.000 dinar. Peringatan maulid
perdana yang diadakan oleh Malik Mudzaffar ternyata menimbulkan surprise pada
banyak kalangan. Betapa tidak, kala itu Malik mengundang para ulama, para sufi
dan kalangan pemuka dan pembesar beserta masyarakat Islam lainnya untuk ikut
menyemarakkan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW tersebut. Dalam
peringatan besar-besaran itu di sembelih 5.000 ekor kambing, 10.000 ekor ayam
dan dimasak 1.000.000 roti bermentega. Konon biaya keseluruhan peringatan itu
mencapai 3.000.000 dinar, selain honorarium penulisan naskah di atas. (HA Fuad
Said, Yayasan Masagung, 1985).
Dalam
peringatan itu seorang sufi terkenal. Syekh Hasan Bashri berkomentar:
“Seandainya saya memiliki emas sebesar bukit Uhud niscaya akan saya sumbangkan
seluruhnya untuk keperluan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW...." Banyak
kalangan berpendapat bahwa ungkapan dan pujian tersebut tidak berlebihan kalau
diukur dan dibandingkan dengan koberhasilan Nabi Muhammad SAW membawa manusia
dari peradaban jahili menuju peradaban islami.
Al Quran memang tidak memerintahkan secara ekspiisit agar
umat Islam memperingati maulid Nabi Muhammad setiap tanggal 12 Rabiul Awal
dengan perayaan atau seremonial tertentu. Allah dan RasulNya juga tidak
memerintahkan umat Islam setiap tahun memperingati hari Hijrah, hari Isra'
Mi'raj, hari watat Nabi dan hari-hari bersejarah lainnya. Namun andaikata
peringatan maulid Nabi itu diadakan dengan cara-cara yang islami dan dengan
tujuan yang postif untuk syi'ar dan dakwah agama, tentunya perbuatan itu bukan
termasuk bid'ah. Sebab yang dapat dikatakan bid'ah menurut kesepakatan Ulama
hanyalah melakukan rekayasa dalam ibadah mahdhah, seperti shalat fardhu,
sedangkan memperingati maulid Nabi Muhammad bukan termasuk ibadah mahdhah.
Wallahu A'lam Bishawab
sumber: rangkuman media kajian agama Islam
Wallahu A'lam Bishawab
sumber: rangkuman media kajian agama Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar